ARTIKEL PILIHAN

GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

Bulutangkis Milik Indonesia,Semua Tentang Bulutangkis Indonesia plus Gambar-Gambar Para Atlet (TULISAN TERBARU BULAN APRIL 2013)

Written By Situs Baginda Ery (New) on Selasa, 23 April 2013 | 16.01

 http://us.123rf.com/400wm/400/400/werg/werg0810/werg081000063/3746810-a-colourful-shuttlecock-with-feathers-on-the-white-background.jpg
Tulisan ini memang panjang, tapi teruskan membaca dari awal sampai akhir, karena informasi di akhir tidak kurang penting dibandingkan yang di awal atau tengah.
Indonesia punya sejarah manis dalam olahraga bulutangkis dunia dan sampai sekarang masih diakui sebagai salah satu raksasa bulutangkis meskipun mungkin raksasa yang kehilangan pentungan. Secara umum Indonesia memang punya peranan dan sejarah yang akan tercatat selamanya di dalam buku besar bulutangkis dunia.
Indonesia adalah pemegang rekor juara terbanyak Thomas Cup dan negara pertama yang mampu menjuarai Piala Thomas selama lima kali berturut-turut, dan menjadi satu-satunya sebelum tahun 2012 China menorehkan catatan yang sama. Pebulutangkis Indonesia Rudy Hartono merupakan satu-satunya pebulutangkis yang mampu menjuarai All England sampai delapan kali, tujuh kalinya secara berturut-turut. Indonesia juga peraih medali emas pertama tunggal putera dan puteri Bulutangkis di ajang olimpiade lewat Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti. Piala Sudirman dan Piala Suhandinata adalah dua kejuaraan beregu senior dan junior paling bergengsi yang setara Thomas dan Uber dan merupakan penghargaan kepada tokoh bulutangkis asal Indonesia, Dick Sudirman dan Suharso Suhandinata, dan hanya mereka berdua di dunia yang memperolehnya sampai saat ini. Turnamen Indonesia Open juga merupakan satu dari lima turnamen Super Series Premier dan merupakan turnamen Super Series terbaik 2012.
Saya tidak akan menulis sejarah bulutangkis atau Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) di dalam tulisan ini, karena itu bisa ditemukan di dalam blog lain ataupun situs resmi PBSI. Tapi perjalanan prestasi para pebulutangkis lah yang perlu dibangkitkan kembali, semoga kita kembali tergugah untuk mengembalikan zaman-zaman penuh emas itu.
Tan Joe Hoek
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrysNiXOJYfCrXvUrAIAYroeslqGT_ai0JPEjY8IREHT57DlOId6f3wgwLMp9SzoL_juCVeI113F_FslE-Tffyqs1d89UPa2uTuAknTIoyc1GjKJRjYTEO4_O_TPq6VVYp8KN_WQqNjgXb/s1600/tan-joe-hok.jpg
Dia bisa dibilang generasi pertama dari bulutangkis Indonesia yang ke pentas international – kalau di dalam negeri sudah ada beberapa nama sebelumnya – dan lansung membawa Indonesia ke jajaran atas bulutangkis dunia. Mempunyai julukan yang sangat mengerikan, The Giant Killer atau Pembunuh Para Raksasa, karena keberhasilannya menundukkan unggulan-unggulan serta para jago bulutangkis saat itu.
Keberhasilan Tan Joe Hoek dan tim Merah Putih mengalahkan Malaysia di final Piala Thomas 1958 adalah pertama kalinya mereka berhasil mengarahkan perhatian dunia kepada Indonesia. Tidak mengherankan karena status Malaysia saat itu adalah juara bertahan dan Malaysia selalu menjadi juara sejak pertama kali Piala Thomas digelar. Indonesia sendiri saat itu adalah tim kecil yang sama sekali belum punya prestasi apapun. Bahkan menurut pengakuan beberapa pemain saat itu, wartawan Singapura dan Malaysia meremehkan mereka saat sebelum pertandingan final itu dimulai karena ibaratnya kelinci yang menentang macan. Setelah pertandingan yang diluar dugaan tersebut, tim Merah Putih saat itu lalu mendapat sebutanThe Magnificent Seven karena kebetulan anggotanya juga tujuh orang.
Tahun 1959 seolah puncak karir Tan Joe Hok, dimulai dari mempersembahkan gelar All England pertama buat Indonesia setelah mengalahkan kompatriotnya Ferry Sonneville yang tahun sebelumnya juga bersama-sama meraih Piala Thomas. Tampilnya dua wakil Indonesia di final All England yang bisa dikatakan kejuaraan tertinggi bulutangkis benar-benar membuka mata dunia akan kekuatan baru dari Asia Tenggara. Tahun 1959 itu juga Tan Joe Hok melengkapi gelarnya dengan US Open dan Canadian Open, ketiganya merupakan turnamen paling bergengsi saat itu.
Tapi setelah merebut ketiga gelar itu, Tan Joe Hok memutuskan gantung raket karena ingin melanjutkan studinya. Kebetulan saat itu dia mendapatkan beasiswa untuk belajar di Baylor University, Texas, jurusanPremedical Major in Chemistry and Biology. Perjuangan Indonesia dilanjutkan oleh teman-temannya seperti Ferry Sonneville, Njoo Kim Bie, dan lain-lain. Ferry misalnya memborong 12 gelar antara tahun 1956-1962 di Belanda, Jerman, AS, Kanada dan Perancis.
Namun Tan Joe Hok tidak sepenuhnya pensiun, karena saat-saat tertentu dia kembali ke tanah air memperkuat tim Indonesia di ajang-ajang seperti piala Thomas 1961 dan 1964. Tahun 1962 dia juga akhirnya menjadi atlet bulutangkis pertama yang meraih medali emas Asian Games. Sumbangan-sumbangan yang sangat berarti bagi Indonesia muda saat itu. Kisah hidupnya bahkan sampai diulas khusus Sport Illustrated, sebuah majalah olahraga berengsi di USA.
Tahun 1961 dia pulang dari Texas ke Indonesia khusus untuk mempertahankan Piala Thomas. Dengan mengajak Ferry Sonneville yang saat itu juga sedang melanjutkan studi di Belanda, mereka pulang ke Indonesia dengan biaya sendiri. Begitu Piala Thomas berhasil dipertahankan, Presiden Soekarno sempat memberikan check bernilai $1000 namun ditolaknya. Pendapatnya, “Saya kan sudah mendapat beasiswa dari Baylor University (Texas). Kenapa saya mesti menerima uang lagi? Kasihan, masih banyak mereka yang membutuhkannya. Uang saku, saya pun sudah bisa mendapatkannya sendiri dengan bekerja di kampus..”
Namun setelahnya tidak lagi mudah bagi Tan Joe Hok. Sebagai keturunan Tionghoa, dia ikut menjadi korban 1965, tidak peduli dengan statusnya sebagai pahlawan bangsa (pernah menerima bintang jasa Satyalencana Budaya juga). Harus antri di kantor pemerintah Indonesia agar anak-anaknya bisa sekolah. Namun untunglah dia tidak memiliki dendam sama sekali kepada Indonesia. Terbukti tahun-tahun setelahnya dia tetap kembali ke bulutangkis Indonesia sebagai pemain dan pelatih Tim Thomas, meski harus merelakan namanya diganti menjadi Hendra Kartanegara. Kartanegara dipilihnya karena tidak ingin menghilangkan kata TAN dari namanya.
Anyway, Tan Joe Hok belajar bulutangkis menggunakan bakiak dan shuttlecock yang hanya tersisa tiga lembar bulu. Dan menurut pengakuan Tan Joe Hok sendiri dia sama sekali tidak mengenal teknik permainan bulutangkis.
Rudy Hartono Kurniawan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhx6hxPxVbaFOkRqAxYDlgUdErW5rRgN0ogzpGpHYxS1k1jultr0O9kljMvBL6vyg2Y2Ad-YLo5aCQr6av3r1FrlcBSXZ3ue_u_GuZPkvqQmw2HWBEN_mjr3lMJHmZr48b1YyvsRflxcbw/s400/rudi+hartono.jpgRudi Hartono hadir beberapa tahun setelah era Tan Joe Hok sebagai pemain berakhir. Diantara mereka sebenarnya ada beberapa nama seperti Ang Tjin Siang atau Muljadi. Ang sendiri selain termasuk ke dalam Tim Thomas Indonesia 1964, 1967, 1970 dan 1973 juga pernah merebut gelar Perancis Terbuka dan Asian Games 1966. Namun kemunculan Rudy Hartono dengan torehan prestasinya yang luar biasa sedikit mengalihkan perhatian dari Ang, apalagi beberapa kesempatannya meraih gelar justru digagalkan Rudy Hartono saat di final, misalnya All England 1971 dan AS Terbuka 1969.
Prstasinya yang paling mencolok tentu saja di arena All England, meskipun sebenarnya dia juga pernah merebut tiga gelar Denmark Open, dua Canadian Open dan US Open. Tapi di All England lah dia yang benar-benar tak terkalahkan hampir selama 10 tahun. Meraih gelar pertamanya di umur 18 tahun, Rudy mencatatkan namanya di Guinnes Book of World Record sebagai pemegang gelar All England delapan kali dimana tujuh diantaranya diraihnya beruntun dari tahun 1968. Sempat lepas di tahun 1975 setelah final yang ketat melawan musuh bebuyutannya Svend Pri dari Denmark, dia kembali merebutnya kembali tahun 1976 mengalahkan rekan senegaranya Liem Swie King. Tahun 1978 adalah All England terakhir yang diikutinya dengan status runner-up, kalah dari partai balas dendamnya Liem Swie King.
Di luar All England, keikut sertaannya di Thomas Cup juga mengangkat namanya. Rudy tidak pernah absen membela Indonesia sejak 1967 dan mempersembahkan empat tropi juara dan dua kali sebagai runner-up. Selain itu dia juga menjadi juara dunia di tahun 1980. Semuanya ini menggerakkan majalah Timemenganugerahkan gelar Asian Heroes kepada Rudy Hartono Kurniawan tahun 2006. Agak mengejutkan memang karena bulutangkis bukanlah olahraga utama saat itu, tapi tidak bila dilihat dari keperkasaan seorang Rudy Hartono. Selain Time, UNDP juga pernah menunjuknya menjadi duta untuk Indonesia. Dan Rudy Hartono adalah orang Indonesia pertama yang menerima anugerah penghargaan tertinggi Badminton Hall Of Fame di tahun 1997.
Sekarang Rudy Hartono memang sudah tidak lagi bermain bulutangkis. Operasi jantung tahun 1988 membuatnya tidak bisa lagi berolahraga selain jalan kaki agar tidak membebani jantungnya. Tapi Rudy tetap memberikan perhatian penuh kepada bulutangkis Indonesia lewat PBSI. Hal lain dari Rudy Hartono adalah keikutsertaaanya di film Matinya Seorang Bidadari tahun 1971.
Liem Swie King
https://sphotos-a.xx.fbcdn.net/hphotos-prn2/270433_10150310606820733_3386106_n.jpgDia adalah salah satu pahlawan besar lainnya dalam sejarah bulutangkis Indonesia. Hampir semua kejuaraan yang ada saat itu pernah dimenanginya. Gaya permainannya sangat khas, dengan jumping smash yang dilakukan setelah melompat tinggi dan menghasilkan smash sangat keras sehingga julukan King Smash pun dilekatkan padanya. Dia adalah Liem Swie King.
Kemunculan pertamanya di pentas dunia lansung mencuri perhatian saat menantang Rudy Hartono di final All England 1976, meskipun saat itu kalah. Menarik perhatian karena dalam usia yang masih sangat muda menantang Rudy yang penguasa All England. Dan kekalahannya itu akhirnya dia bayar dua tahun kemudian di lapangan yang sama.
15 tahun di lapangan, sulit mengatakan mana prestasinya yang paling mentereng. Yang jelas puluhan tropi sudah dibawanya pulang. 3 Piala Thomas (dan 3 sebagai runner-up), 5 tropi SEA Games, 3 juara All England, 4 juara dunia mungkin yang paling kelihatan, tapi diluar itu masih ada puluhan piala grand prix dan kejuaraan bergengsi yang dimilikinya. Apalagi saat itu, banyak kejuaraan-kejuaraan baru diselenggarakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia Open. Dan Oom Liem pernah menjuarai sebagian besarnya, dan bahkan tidak cuma sekali.
Liem memutuskan gantung raket di tahun 1988 dan sempat menganggur karena tidak memiliki keahlian lain selain bulutangkis. Namun akhirnya dia bergelut di bisnis perhotelan dan spa. Mengelola hotel milik mertuanya adalah pekerjaan pertamanya setelah pensiun, sedangkan spa bermula dari kebiasaan Oom Liem menggunakan jasa pijat saat masih aktif sebagai atlet. Bisnis yang akhirnya berkembang dengan baik sampai mempekerjakan ratusan karyawan. Dan seperti Rudy Hartono, Liem Swie King juga pernah membintangi film Sakura Dalam Pelukan di tahun 1979. Film King yang dirilis tahun 2009 juga bercerita tentang anak yang menjadi atlet bulutangkis karena obsesi ayahnya terhadap Liem Swie King.
Menarik mengetahui fakta bahwa Oom Liem sama sekali tidak memajang puluhan tropi yang sudah dimenangkannya tersebut. Bahkan menurutnya, anak-anaknya tidak mengetahui kalau ayahnya adalah seorang legenda hidup bulutangkis Indonesia sampai saat mereka remaja. Mereka tahu pun saat banyak orang tak dikenal menyapa ayahnya, dan reaksi pertama anak-anaknya adalah, “Lho, memangnya Papi bisa main bulutangkis?” What a humble person.
Liem Swie King menerima Badminton Hall Of Fame tahun 2002, dan menjadi orang Indonesia keempat yang memperolehnya.
Christian Hadinata
http://www.djarumfoundation.org/images/sejarah/201108030229151972Christian_Hadinata.jpgBeliau adalah pemain bulutangkis spesialis ganda terbesar yang pernah dimiliki Indonesia, dan mungkin juga dunia. Sangat panjang bila harus menjabarkan satu per satu prestasinya di sini, namun dapat diringkas kalau Oom Christian ini pernah merebut semua gelar yang bisa diraih oleh seorang pemain bulutangkis putra saat itu, khususnya ganda. Dia bermain sama baiknya saat ganda putra maupun campuran. Dan bahkan saat pasangannya diganti pun tidak menemui kesulitan berarti. 15 tahun di dunia bulutangkis sebagai pemain, Christian Hadinata mampu meraih segalanya. Dan Badminton World Federation pun menganugerahinya penghargaan tertinggi World Badminton Hall of Fame pada tahun 2001, tidak hanya karena prestasinya sebagai pemain, tapi dedikasinya yang juga tinggi saat pensiun dan menjadi pelatih.
Di ganda campuran, keberhasilannya merebut gelar All England pertama buat Indonesia di sektor ganda campuran bersama Imelda Wiguna menjadi kenangan yang sangat berarti buat Indonesia. Apalagi mengingat tidak ada lagi yang bisa mengulanginya sampai 33 tahun kemudian, tepatnya tahun 2012 kemarin Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir mempersembahkan untuk kedua kalinya buat Indonesia. Bersama Imelda, Christian merebut berbagai kejuaraan bergengsi seperti SEA Games dan juga kejuaraan dunia tahun 1980. Tidak hanya bersama Imelda, Oom Christian juga pernah merebut gelar Juara Dunia bersama Ivana Lie tahun 1985, dan itu dilakukannya saat sudah berumur 35 tahun, usia yang bukan muda lagi bagi seorang atlet.
Di Ganda Putra prestasinya lebih berkilau lagi. Bersama Pasangannya Ade Chandra, mereka berdua sukses merubah gaya permainan ganda . Saat itu, permainan ganda identik dengan reli-reli panjang namun pasangan legendaris ini sukses merubahnya dengan memperkenalkan permainan bertempo cepat dan bertenaga keras. Selain pasangan ini, Indonesia juga punya pasangan Tjun Tjun/ Johan Wahjudi. Kedua pasangan ini adalah penguasa ganda putra di era tersebut, dan bila digabung dengan tunggal putra Rudy Hartono dan Liem Swie King, Indonesia benar-benar penguasa dunia saat itu.
Selain gaya permainan dan prestasinya yang berkilau, Oom Christian Hadinata juga dikenal sebagai pemain yang sportif. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah saat Final Piala Thomas 1984 melawan ganda China. Saat salah satu smash keras dari pasangan China itu jatuh di luar garis, wasit menyatakan poin menjadi milik Indonesia. Namun Oom Christian mendatangi wasit dan menyatakan bahwa shuttlecocksempat menyentuh bahunya, dan pada akhirnya wasit meralat keputusannya.
Christian Hadinata merasa bahwa bulutangkis adalah hidupnya, makanya setelah gantung raket tahun 1986 dia kembali ke lapangan sebagai pelatih. Sukses terbesar yang dipersembahkan buat Indonesia sebagai pelatih saat ganda putra Chandra Wijaya/ Tony Gunawan mempertahankan tradisi emas Olimpiade Indonesia di Sydney 2000.
Tjun Tjun/ Johan Wahjudi
Seperti disebutkan sebelumnya, bersama pasangan Christian Hadinata/Ade Chandra, pasangan ini adalah penguasa ganda putra tahun 70’an. Enam kali juara All England jelas menunjukkan keperkasaan keduanya di lapangan, dan tidak jarang di final mereka menghadapi pasangan Indonesia lainnya itu. Bahkan tahun 1973 saat Tjun/Tjun/Johan Wahjudi gagal merebut All England, Chridtian Hadinata/Ade Chandra lah yang mengalahkan mereka di final.
Selain itu, Tjun Tjun/Johan Wahjudi juga pernah merebut gelar juara dunia, juara Asia, Swedia Denmark dan tentu saja Asian Games. Dan bersama-sama Christian Hadinata, Ade Chandra, Liem Swie King, Rudy Hartono dan beberapa orang lainnya, mereka tidak mengijinkan Piala Thomas sepanjang 1970-1980 pergi meninggalkan Indonesia.
Kiprah mereka yang luar biasa di bulutangkis, salah satunya sebagai penguasa All England membuat BWF akhirnya menganugerahkan penghargaan tertinggi Badminton Hall Of Fame kepada keduanya di tahun 2009.
Icuk Sugiarto
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnUiqgFKlqJAyLnGdUOfYPU9blU3mUzatTP0ehRc5Rbp8b5WjgicFiuCzOy8jh9D6JahYkNPD4Q42AT8_MqtT6iZ90AZ_AfkFh-ZQB0PFJD7SEsFiWksVsg_KW9aKwmQt3ouMVENT1OHI/s400/icuk-sugiarto.jpgPrestasinya mungkin tidak sementereng Liem Swie King, tapi perhatiannya kepada bulutangkis Indonesia sangatlah besar. Setelah memutuskan pensiun, Icuk menjadi pelatih bulutangkis di PB Pelita Bakrie dan menjadi pengurus PBSI. Belakangan Icuk Sugiarto juga menjadi staf ahli Menteri Pemuda dan Olahraga, aktif di persatuan atlet dan kampany anti doping.
Meski saya bilang tidak semetereng Oom Liem,bukan berarti Oom Icuk bisa diremehkan. Belasan penghargaan diterimanya dari berbagai pihak karena aksinya di lapangan bulutangkis, termasuk Bintang Satya Lencana dan Atlet Terbaik Asia. Meski tidak pernah menjuarai turnamen bergengsi All England, puluhan tropi kejuaraan lain suskses dibawanya pulang. Selain piala Thomas, Icuk pernah menjadi juara Asia dan Dunia, bahkan sampai beberapa kali. Icuk juga pernah menjuarai Indonesia dan China Open yang sekarang statusnya sudah menjadi Premiere Super Series. Icuk Sugiarto mengukuhkan diri sebagai juara Asia dengan memborong semua kejuaraan SEA Games, Asian Games dan Asia Cup.
Minarni Soedaryanto
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikPoj6pSPiSNWA1q7yMg3sJKniYDZwjKvDoevertVaRmJPqrHKuRAcIs6FL69YzVGBjM6VLS4lFLXSXkBh2TygsSkano95O9k9YLbmpqc1yljLdEMOprNpxen1l9hIJuNP2qpg5XDUd0I/s1600/a.jpgBeliau bisa disebut sebagai generasi pertama bulutangkis puteri Indonesia. Diakui memang prestasi pebulutangkis puteri tidak semenyilaukan yang putera, namun tetap saja kita harus memberikan penghargaan penuh kepada para srikandi-srikandi yang telah membuat orang di belahan dunia lain mengenal nama Indonesia.
Pada saat Rudy Hartono meraih All England pertamanya, saat itu sebenarnya di tunggal puteri, Minarni juga menjejak final namun akhirnya harus menerima posisi runner-up. Namun di saat yang sama, berpasangan dengan Retno Koestijah, Minarni merebut gelar ganda puteri. Dalam perjalanannya memang tidak banyak yang memperhatikan, karena terlanjur tertutupi oleh luar biasanya Rudy Hartono.
Minarni dan kawan-kawan juga lah yang akhirnya sukses mempersembahkan Piala Uber pertama untuk Indonesia pada tahun 1975, setelah tahun-tahun sebelumnya selalu gagal saat di final. Dan jauh sebelumnya, Minarni telah mempersembahkan medali Emas Asian Games 1962 dan 1966. Selain itu masih ada 5 kali Malaysia Terbuka, beberapa kali AS dan Kanada terbuka, baik sebagai tunggal, ganda puteri maupun ganda campuran.
Imelda Wiguna
http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/26/sm16melda26.jpgImelda benar-benar dikenal sebagai pemain spesialis ganda. Masuk ke dunia bulutangkis satu dekade setelah Minarni Soedaryanto mereka akhirnya bersama-sama berjuang merebut Uber Cup pertama Indonesia di tahun 1975.  Bersama pasangannya Theresia Widiastuti, Imelda menyumbangkan dua poin saat mengalahkan Jepang 5-2. Dan meski gagal merebut All England bersama-sama Theresia tahun 1975 itu, namun Imelda mewujudkan impiannya tahun 1979 bersama pasangan barunya Verawati Fajrin. Bahkan luar biasanya, di ajang yang sama Imelda mempersembahkan gelar ganda campuran pertama buat Indonesia bersama Christian Hadinata.
Selain bersama Theresia dan Verawati, Imelda juga pernah berpasangan dengan nama lain seperti Rosiana Tandean saat mempersembahkan medali emas SEA Games tahun 1985. Sedangkan di ganda campuran, Imelda hampir selalu bersama Christian, kecuali saat merebut emas SEA Games 1981 dengan Rudy Heryanto.
Imelda juga pernah mengibarkan bendera Indonesia di ajang-ajang lain seperti Kanada dan Belanda Terbuka dan tentu saja gelar juara dunia tahun 1980 saat bersama Christian Hadinata.
Ivana Lie
http://wartakota.tribunnews.com/upload/photo/2013/05/20/4f80ca64f8f03a4e0b0830da5361a87a.jpgIbu cantik satu ini bisa bermain di semua kategori dengan sama baiknya. Deretan tropi yang dimenangkannya sebagai pemain tunggal nyaris sama banyaknya dengan saat dia bermain berpasangan, baik ganda puteri maupun campuran.
Ivana Lie merupakan pasangan ganda Christian Hadinata setelah Imelda Wiguna menarik diri. Bersama Christian, Ivana pernah menjuarai ajang-ajang paling bergengsi Indonesia Open, US Open, SEA Games, Asian Games dan World Cup. Dia juga pernah menjuarai Indonesia dan China Open baik sebagai ganda puteri maupun tunggal. Selain itu, Ivana bersama tim beregu puteri menjadi pengusa SEA Games dalam rentang 1979-1985.
Setelah gantung raket, Ivana Lie tetap berkecimpung di dunia bulutangkis dengan mendirikan sekolah bulutangkis dan mencari bibit-bibit baru pebulutangkis Indonesia. Ivana Lie juga yang memperkenalkan istilah badmini, modifikasi badminton supaya lebih sesuai untuk anak-anak. Sekarang ini Ivana menjadi staf ahli Menteri Pemuda dan Olahraga.
Susi Susanti
http://taekwondojaksel.homestead.com/susi_susanti_kompas_kartono_riyadi.jpgKalau yang ini pasti sudah sangat dikenal, bahkan meskipun oleh orang yang sama sekali bukan pemerhati bulutangkis atau olahraga. Sukses mengumandangkan Indonesia Raya untuk pertama kalinya di arena olimpiade sementara matanya basah menatap Sang Merah Putih yang digerek lebih tinggi dari bendera Korea Selatan dan China. Adegan yang tidak akan pernah dilupakan oleh anak bangsa. (Ssst, saya sendiri masih merasakan sesak dan mata memanas setiap kali adegan ini ditayangkan).
Untuk rangkaian prestasi, mungkin Wikipedia bisa menjabarkan dengan lebih lengkap, saking banyaknya medali dan penghargaan yang pernah dia terima. Dan semua dimulai saat usia 14 tahun dia menjuarai World Championship Junior dan luar biasanya dia merebutnya di tiga kategori sekaligus, yaitu Tunggal Puteri, Ganda Puteri dan Ganda Campuran. Saya jadi bertanya-tanya, kalau diizinkan bermain di tunggal dan ganda putera mungkin diapun akan membawa pulang gelar juara. Prestasi yang sama diulanginya di tahun 1987, dua tahun kemudian, kali ini di tunggal dan ganda puteri.
Tahun pertamanya bergabung di kejuaraan senior di tahun 1989 di usia 18 tahun, Susi lansung merebut gelar bergengsi World Cup dan Indonesia Open serta sukses menjadi finalis All England. Prestasi yang sama diulanginya lagi setahun setelahnya, bahkan ditambah dengan World Badminton Grand Prix dan All Englandpertamanya. Dan bertambah lagi di tahun berikutnya.
Susi Susanti adalah salah satu atlet terbesar Indonesia dan mungkin juga dunia, khususnya bulutangkis. Dari 313 kali pertandingan yang pernah diikutinya, Susi hanya kalah 37 kali. Dan sulit sebenarnya di arena mana dia yang terbaik. 4 kali All England, 6 Indonesia Open, 6 World Badminton Grand Prix, 5 Malaysia Open dan 4 Japan Open. Itu masih kurang banyak bila dihitung kejuaraan lain yang hanya diikutinya satu atau dua kali seperti, Denmark, China atau Korea Open. Seperti tadi saya bilang, lengkapnya bisa dilihat di Wikipedia atau google saja.
Tapi semua mungkin sepakat kalau Olimpiade Barcelona 1992 adalah yang akan paling diingat semua orang. Selain itu adalah medali emas pertama Indonesia, olimpiade Barcelona juga pertama kalinya mempertandingkan bulutangkis secara resmi sebagai cabang olahraga. Di ajang yang sama wakil Indonesia lainnya, Alan Budi Kusuma juga mempersembahkan emas kedua buat Indonesia. Media international di seluruh dunia menjuluki keduanya sebagai Pengantin Olimpiade karena berhasil mengawinkan dua medali emas bulutangkis. Dan keduanya mewujudkan dalam kehidupan pribadi mereka dengan menikah di tahun 1997.
Selain itu, Susi Susanti dan tim Merah Putih lainnya juga membawa pulang piala Sudirman pertama kalinya di tahun 1989 dan tidak pernah terulang lagi sampai saat ini, agak ironis mengingat kejuaraan ini adalah penghormatan untuk tokoh Indonesia, Dick Sudirman. Susi Susanti juga sukses mengembalikan Piala Uber kembali ke Indonesia tahun 1994 setelah hampir 20 tahun, dan juga berhasil mempertahankannya dua tahun kemudian. Dan seperti piala Sudirman, Uber juga belum pernah lagi kembali ke Indonesia setelahnya. Kalau SEA Games tidak perlu dipertanyakan lagi, emas tidak pernah lepas dari Indonesia sejak 1987-1997.
Yang paling mencolok dari Susi Susanti adalah sikap rendah hatinya, disamping gaya permainannya yang memang sangat khas. Lihat saja figurnya di luar lapangan, tidak terlihat sama sekali kalau dia adalah atlet dan bintang kelas dunia. Dan Susi juga sangat memperhatikan bulutangkis Indonesia meski tidak pernah duduk sebagai pengurus, sampai tahun 2012. Susi lebih memilih mengurus keluarganya, suami dan tiga orang anak, dan bisnis raket dibawah label ASTEC (Alan Susi Technology). ASTEC sendiri akhirnya rutin menggelar turnamen bulutangkis yang sekarang sudah masuk kalender BWF.
Selain piala dan tropi kejuaraan, Susi Susanti juga pernah mendapat penghargaan lain. Presiden Soeharto menganugerahkannya Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama setelah dia membawa pulang medali Olimpiade 1992. Dia dianugerahi penghargaan tertinggi World Badminton Hall Of Fame tahun 2004, penghargaan yang juga pernah diterima Rudy Hartono, Christian Hadinata, Liem Swie King dan Dick Sudirman.
Hariyanto Arbi,
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWJlpWtrYSZ46VPzyycrSpXdMZecRUiqGba5t6k2SKbDNh7frPSu-Ca8j6t0p2ufn65Nj7BvZ8c8srPtEv-O3LldtKVzoYKWwU5fajrDgYnPTdVgB6ZrLVqCfoelKk16_0JQg9Ao8V7gY/s1600/arbi1.jpg 

























Ardy B Wiranata, 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVcpJ8FuT80dF9ilTnIpwEk7W7o4fB96a4oGXHPn11T2MRRZZ9GYDs_KBFUcCJerGgjzZD3hAfuEsaaQkhNCi0oscWXPk14vC5eVihrWkJkCv6ctJFdHfFZTXQLGADPpFAra9IaN81pgM/s1600/AR-6.jpg

Alan Budi Kusuma 
http://us.images.detik.com/content/2012/07/27/1437/alan.jpg
dan Joko Supriyanto
 http://i2.ytimg.com/vi/URs2DQH7LXM/hqdefault.jpg
Kalau Liem Swie King dijuluki King of Smash, maka Hariyanto Arbi mendapat kehormatan digelari Smash 100 watt. Smash mereka berdua memang sangat keras dan bertenaga, dan Hariyanto yang memang mengidolakan Liem Swie King disebut-sebut sebagai reinkarnasinya Oom Liem meskipun orangnya sendiri masih hidup. Tapi jumping smash Hari memang sangat ditakuti lawannya.
Prestasi yang dicatatkannya pun cukup beragam, namun sayang dia gagal mengoleksi satu pun piala Indonesia Open. Kurang beruntung baginya karena berada di era yang sama dengan Ardy B Wiranata. Ardy sukses memegang rekor enam kali juara Indonesia Open, sama dengan Susi Susanti di tunggal puteri. Namun Hariyanto tetap tidak kurang bersinarnya di ajang lain. All England, Asian Games dan Kejuaraan Dunia adalah beberapa yang paling bergengsi di antaranya. Dan tentu saja kesuksesan tim Merah Putih bersama Hari mempertahankan piala Thomas empat kali, tahun 1994, 1996, 1998 dan 2000.
Hariyanto Arbi pernah menerbitkan sebuah biografinya yang ditulis Broto Agung tahun 2006 berjudul “Hariyanto Arbi Smash 100 Watt”. Peluncurannya dihadiri para pengurus PBSI dan juga rekan-rekannya sesama atlet. Dan Ardy juga pernah memenangi World Chinese Badminton tahun 2010 di Pattaya Thailand, meskipun usianya tidak muda lagi. Sementara Ardy B Wiranata memilih menjadi pelatih di Kanada dan Amerika Serikat. Bukan tidak mau mengembagkan negeri sendiri, tapi Ardy ingin memperkenalkan bulutangkis di benua Amerika. Sementara Alan Budi Kusuma yang berasal dari generasi yang sama, mengembangkan bisnisnya bersama sang istri Susi Susanti.
Alan sendiri dan Ardy seolah dipertemukan takdir. Alan dikalahkan Ardy di All England 1991, dan berikutnya Ardy yang justru kalah saat final Olimpiade 1992. Dan rekor Indonesia Open Ardy dari tahun 1990-1997 dirusak oleh Alan yang mengalahkannya di final 1993.
Ricky Subagja
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi39l5KepCwB_aqBjKiQk0fqVZ60hRO-Z3ShXbSBscUmDlkra9ShGRUruNBz7ZhCbZxwR4mk6nqXGrUi0vyeV4CvI7OITrKnqPfq5xP4E0TsEdmcOEhTjonEGN8jLnBdw8yoLukc_4jS8U/s400/Ricky+Subagja.gif
Rexy Mainaky
http://www.worldbadminton.com/gif/mainaky.gifGanda Putera asal Indonesia ini juga pantas disebut penguasa 90’an. Hampir semua jenis pertandingan pernah mereka menangkan berdua. Pasangan yang hampir tidak pernah berganti pasangan ini menjadi legenda hidup bulutangkis Indonesia. All England, Juara Dunia, Asian Games, Indonesia Open dan China Open hanyalah sebagian dari deretan kejuaraan yang pernah mereka menangkan. Seperty Hariyanto Arbi, keduanya juga memperkuat Tim Thomas Indonesia dan memberikan gelar juara dari tahun 1994-2000.
Pasangan ini juga melanjutkan perjuangan Susi-Alan dengan membawa pulang emas dari ajang Olimpiade Atlanta 1996, dan merupakan satu-satunya emas Indonesia saat itu. Ricky-Rexy juga selalu memperkuat Tim Piala Sudirman Indonesia, meskipun akhirnya selalu gagal membawa pulang.
Sama seperti seniornya Tjun Tjun/ Johan Wahjudi, pasangan ini juga diganjar dengan Badmintton Hall Of Fame tahun 2009 karena prestasi dan dedikasi mereka yang tinggi untuk bulutangkis. Sebagai tambahan, Ricky dan Rexy keduanya menjadi pelatih sampai saat ini. Bahkan Rexy sudah menjadi langganan tim luar negeri, dan terakhir tercatat sebagai pelatih Tim Nasional Filipina. Dan dikepengurusan PBSI yang baru dibawah pimpinan Gita Wirjawan, Ricky, Rexy dan Susi Susanti diserahi tugas membina atlet dan meningkatkan prestasi atlet bultangkis Indonesia.
Milenium Ketiga
Mundurnya kuartet Hariyanto Arby, Ardy B Wiranata, Alan Budi Kusuma dan Joko Supriyanto hampir bersamaan dengan munculnya Taufik Hidayat, sehingga lost generation tidak terjadi di sektor tunggal putera. Di saat bersamaan, di ganda putera pasangan Ricky/Rexy juga tergantikan dengan munculnya Chandra Wijaya/Tony Gunawan.
Mereka bertiga merupakan pahlawan olimpiade yang meneruskan tradisi emas Indonesia dari tahun ke tahun. Di Sydney tahun 2000, pasangan Chandra Wijaya/ Tony Gunawan kembali mengibarkan bendera Merah Putih. Di luar itu, pasangan ini juga meraih berbagai macam medali bergengsi lainnya seperti All England, Kejuaraan Dunia, SEA Games, kejuaraan Asia dan tentu saja Piala Thomas.
Taufik sendiri juga benar-benar menyambut apa yang sudah diwariskan para pendahulunya. Taufik, seperti juga Ardy memegang rekor juara enam kali Indonesia Open. Meski tidak pernah berhasil merebut All England, namun kejuaraan Asia dan Dunia pernah dirasakannya. Puncaknya tentu saja saat merebut medali emas Olimpiade Athena 2004. Dan Taufik juga pernah merasakan nikmatnya menjadi pebulutangkis nomor satu dunia. Sampai saat ini Taufik masih aktif sebagai pemain dan berniat gantung raket setelah Indonesia Open Super Series Premiere 2013, namun terakhir kali dia meraih juara adalah di India 2011. Usia yang tidak lagi muda membuatnya mulai fokus ke pembinaan atlet-atlet muda.
Emas Olimpiade selanjutnya direbut oleh pasangan ganda putera Markis Kido/Hendra Setiawan di 2008. Pasangan ini juga merebut China Open dan Juga Denmark Open dua tahun berturut-turut. Saat ini, China, Indonesia, Denmark, All England dan Korea Adalah turnamen bulutangkis paling bergengsi. Pasangan ini juga merebut peringkat satu dunia dari 2007 sampai 2008.
Selain itu masih ada nama Liliyana Natsir yang cukup patut mendapat perhatian. Pemain ganda campuran ini bermain sama bagusnya saat berpasangan dengan Nova Widianto ataupun saat sekarang dengan Tontowi Ahmad. Setelah meraih juara Asia Junior bersama Markis Kido di 2002, Liliyana berpasangan dengan Nova Widianto dan meraih dua kali juara dunia dan juga merasakan peringkat satu dunia. Sedangkan bersama Tontowi Ahmad, meskipun belum pernah ranking satu, tapi Liliyana meraih All England yang sudah 33 tahun tidak pernah direbut ganda campuran Indonesia dan mempertahankannya lagi tahun berikutnya (2013).
Meskipun terlihat masih cukup banyak prestasi yang diraih, namun sangat jelas kalau bulutangkis Indonesia di millennium ketiga mengalami penurunan. Terakhir kali Indonesia merebut Piala Thomas adalah tahun 2002, dan setelahnya hanya sekali tahun 2010 Indonesia bisa mencapai final. Tahun 2012 bahkan Indonesia membuat torehan baru, pertama kalinya sejak keikutsertaan di Piala Thomas gagal masuk babak semifinal. Piala Uber lebih parah lagi, selesainya Susi Susanti di 1996, tidak pernah lagi piala Uber menetap di Indonesia. Pemain-pemain puteri pun tidak ada lagi yang menonjol. Bahkan sepertinya hanya Liliyana Natsir, dan diapun bermain sebagai ganda campuran. Di Olimpiade 2012 tradisi emas bulutangkis Indonesia juga terhenti, bahkan Indonesia tidak membawa satupun medali dari cabang bulutangkis.
Dari data BWF saat tulisan ini dibuat, hanya pasangan Tontowi/Liliyana yang berada di tiga besar dunia, lalu Sony Dwi Kuncoro di peringkat empat dunia. Kategori lain bahkan tidak mencatatkan namanya di sepuluh besar. Ada juga skandal yang dibuat ganda puteri utama Indonesia saat olimpiade, Greysia Polii/Meliana Jauhari yang membuat mereka di skors beberapa waktu, sebab mengalah supaya bertemu lawan yang lebih ringan.
Regenerasi ditengarai menjadi penyebab paling utama. Pengurus dan pelatnas gagal dalam mewujudkannya. Mengejar perolehan medali dan point, PBSI memilih menurunkan pemain senior dan mengabaikan usia muda, sehingga saat pemain senior sudah mulai ‘tua’, mereka tidak memiliki calon pengganti, sehingga untuk pertama kalinya ada generasi yang hilang dari bulutangkis Indonesia.
Beberapa waktu lalu pengurus PBSI akhirnya diganti, semoga pergantian pengurus juga berarti perubahan manajemen dan pembinaan pemain. Bulutangkis adalah olahraga rakyat dan kebanggan Indonesia, dan seseorang (suatu bangsa) hanya bisa hidup bila memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan.
Dick Sudirman
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/c/ca/Dick-sudirman.jpg
dan Suharso Suhandinanta
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnGXlCYAXA3PGAXs8jX-NRV-6nE1qaUsU7bsY2Qk43Zfd58DYuasZHaQ5pvLtaHoS5hi9Fjzt89PqlH6W0oGNQMXiIqhX1uYoZcFB0RvbjBiYQGX4wj8Tf0aiT4EKiJ03GMZ67CogI7Qk/s1600/Suharso+Suhandinata.jpg
Berdasarkan situs resmi Badminton World Federation (BWF), terdapat empat level atau tingkatan kejuaraan-kejuaraan yang diselenggarakan oleh BWF. Selayaknya kasta atau level yang kita kenal, level yang lebih tinggi akan memberikan point yang lebih besar juga, dan tentunya juga prestige yang lebih bagi pemenangnya.
Level teratas diisi oleh kejuaraan-kejuaraan beregu, dan situs BWF secara spesifik menyebutkannya sebagai Thomas Cup, Uber Cup, Sudirman Cup dan Suhandinata Cup. Thomas dan Uber Cup tentunya sudah dikenal oleh sebagai pencinta bulutangkis sebagai turnamen beregu untuk putra dan putri. Sudirman Cup juga beregu, namun tidak memisahkan antara putera dan puteri. Cabang yang dipertandingkan di Sudirman Cup (Piala Sudirman) adalah tunggal putera, tunggal puteri, ganda putera, ganda puteri dan ganda campuran. Piala Suhandinata sendiri lebih mirip Piala Sudirman, tapi untuk kelas junior.
Yang menarik di sini adalah, Sudirman Cup dan Suhandinata Cup merupakan turnamen yang merupakan bentuk penghargaan kepada Indonesia, atau orang-orang Indonesia yang berperan sangat besar dalam bulutangkis. Dan fakta bahwa selain Thomas dan Uber Cup hanya ada dua turnamen ini yang berada di kasta tertinggi tentunya sangat membanggakan bagi kita bangsa Indonesia.
Bukan asal-asalan saja kedua tokoh Indonesia ini dipilih untuk diabadikan namanya di dalam turnamen paling bergengsi sejagat bulutangkis. Sudirman yang dimaksud di sini adalah Dick Sudirman (awalnya sih saya mengira Jendral Sudirman), salah satu pendiri PBSI dan pernah memimpinnya selama 22 tahun. Selain itu dia juga pernah menjadi wakil presiden International Badminton Federation (IBF). Dan pada tahun 1997, Dick Sudirman mencatatkan namanya di Badminton Hall of Fame.
Sementara Suharso Suhandinata adalah tokoh sentral di balik penyatuan WBF dan IBF. Jadi dulu ada dua induk bulutangkis dunia yang tidak terikat satu dengan yang lainnya, dan setiap negara hanya memilih salah satunya. Sebagai contoh China memilih World Badminton Federation (WBF) sementara Indonesia memilihInternational Badminton federation (IBF). Makanya sebelum tahun 1980an Indonesia dan China hampir tidak pernah bertemu. Keberhasilan Suharso Suhandinata menyatukan keduanya, yang saat itu menjadi Ketua Bidang Luar Negeri PBSI membuatnya dijuluki Mr Diplomat. Selain itu, Suhandinata juga sukses mengantarkan bulutangkis menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di olimpiade. Di dalam negeri sendiri Suhandinata adalah pendiri Klub Tangkas yang sampai saat ini selalu rutin menghasilkan pemain-pemain terbaik Indonesia seperti Liliyana Natsir.
*tambahan:
Sebenarnya selain nama-nama yang dituliskan di atas, masih sangat banyak pahlawan-pahlawan bangsa dari lapangan bulutangkis. Saya tidak menuliskannya di sini bukan berarti mengecilkan prestasi dan usaha mereka.
gambar ditambahkan oleh: http://bagindaery.blogspot.com/ lewat google gambar berdasarkan kata kunci       
16.01 | 0 komentar | Read More

"Kutangisi Hari-Hariku Yang Sia-Sia" (CERITA RENUNGAN BUAT SEMUA)

Written By Situs Baginda Ery (New) on Kamis, 18 April 2013 | 13.55


 http://obathati.files.wordpress.com/2008/11/tear.jpg?w=470
::CERITA PANJANG:: "Kutangisi Hari-Hariku Yang Sia-Sia"

Wajah saudariku memucat, tubuhnya mengering. Meskipun begitu, ia tetap selalu membaca al-Qur’an. Jika engkau mencarinya, ia akan senantiasa rukuk, sujud, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit. Begitulah yang selalu ia lakukan, baik di pagi hari, sore, bahkan tengah malam tanpa jemu. Sementara itu, aku lebih suka membaca majalah sastra dan buku cerita, atau menonton video. Kewajibanku terbengkalai, bahkan shalatku berantakan. Kendati video sudah kumatikan, tapi aku masih asyik menonton film selama tiga jam berturut- turut . Nah, kini adzan berkumandang di mushalla dekat rumahku. Aku kembali ke tempat tidur. Suara saudariku terdengar memanggilku dari mushalla.

“Ya, apa yang engkau inginkan, Naura?” kataku.

Dengan suara datar saudariku bilang, “Jangan dulu tidur sebelum shalat subuh.”

Oh, satu jam lagi baru shalat subuh, karena yang kudengar kali ini baru adzan pertama. Dengan suara yang lembut -begitulah kebiasaan saudariku, bahkan sebelum menderita penyakit ganas yang jatuh terbaring di ranjang- saudariku memanggilku, “Kemarilah, Hanna, duduklah di dekatku.”

Aku tidak kuasa menolak permintaannya. Engkau pun juga pasti begitu. Jika merasakan ketulusan dan kejernihannya, engkau akan tunduk memenuhi ke inginannya.

“Ada apa, Naura?” kataku.

“Duduklah!”

“Ini aku sudah duduk, ada apa?” desakku.

Dengan suara yang merdu dan welas asih saudariku membacakan ayat Al-Qur’an,

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu” (Ali ‘Imran: 185).

Sejenak ia terdiam. Setelah itu, ia bertanya kepadaku, “Bukankah engkau percaya pada kematian?”

“Ya, aku percaya,” jawabku.

“Bukankah engkau percaya kalau setiap amalmu kelak akan dihisab, baik yang kecil maupun yang besar?”

“Ya, tetapi Allah Maha Penyayang dan perjalanan masih panjang,” jawabku.

“Saudariku, apakah engkau tidak khawatir kematian datang secara tiba-tiba? Lihatlah Hindun lebih muda darimu, ia meninggal dunia karena kecelakaan. Lihatlah si ini dan ini. Kematian tidak mengenal usia.”

Dengan suara ketakutan, karena suasana gelap di mushalla, aku berkata, “Aku sudah takut pada kegelapan. Sekarang engkau menakut-nakutik u dengan kematian. Kalau begitu, bagaimana aku bisa tidur? Kukira engkau ingin memberitahuku bisa ikut pergi bersama kami di liburan ini.”

Tiba-tiba suara saudariku kertak-kertuk di teng­gorokan. Hatiku begidik. Ia berkata, “Mungkin tahun ini aku akan pergi jauh, ke tempat yang berbeda. Bisa jadi begitu, Hanna. Usia itu di tangan Allah.”

Setelah berkata demikian, saudariku menangis. Aku mulai memikirkan penyakit ganas yang ia derita. Diam-diam dokter memberi tahu ayahku bahwa karena penyakit yang diderita, usia saudariku tidak lama lagi. Tetapi, siapa yang membocorkan hal itu pada saudariku? Ataukah dig sedang merasakan hal itu?

“Apa yang engkau pikirkan?” kata saudariku membuyarkan pikiranku. “Apakah engkau kira aku berkata begitu karena aku sakit? Tidak. Bisa jadi aku hidup lebih lama daripada orang yang sehat. Dan engkau sendiri sampai kapan akan hidup? Ketahuilah, Hanna, hidup itu hanya sementara. Kemudian apa? Tiap-tiap kita akan pergi meninggalkan dunia ini; ke surga atau neraka. Tidakkah engkau mendengar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

”Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung” (Al Ilmran: 185).’”

“Engkau akan baik-baik saja,” kataku seraya berlari meninggalkannya . Perkataan saudariku terngiang-ngian g di telingaku.

“Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya kepadamu. Jangan lupa shalat yang delapan di pagi hari.”

Tidak lama setelah itu, aku mendengar pintu kamarku diketuk orang. Jelas ini bukan waktunya aku bangun tidur. Kudengar isak tangisan dan gemuruh suara banyak orang. Apa yang terjadi? Oh, ternyata keadaan Naura mem buruk, ayah segera melarikannya ke rumah sakit.

Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, ternyata tahun ini tidak jadi berangkat jalan-jalan. Tahun ini aku ditakdirkan untuk tinggal di rumah. Jam satu siang, ayah datang dari rumah sakit.

“Engkau bisa menjenguknya sekarang, ayo cepat,” kata ayah kepadaku.

Menurut ibu, suara ayah mengisyaratkan kegun dahan. Suaranya berubah. Mantel telah di tangan, lalu di mana supir? Kami pun segera meluncur ke rumah sakit. Jalan yang kami telusuri bersama supir untuk jalan-jalan biasanya tampak pendek. Tetapi, hari ini tampak panjang, bahkan sangat panjang. Di manakah gerangan keru munan orang yang membuatku menoleh kanan-kiri? Di sampingku ibuku berdoa untuk saudariku.

“Dia anak yang saleh dan taat. Aku belum pernah melihatnya menyia-nyiakan waktu,” kata ibuku lirih.

Memasuki pintu luar rumah sakit, kami menyaksikan pemandangan banyak pasien. Ada pasien yang mengerang- erang, ada korban kecelakaan, dan ada pula yang matanya cekung. Engkau barangkali tidak bisa membedakan, apakah mereka penghuni dunia atau akhirat. Sebuah pemandangan aneh yang belum pernah kusaksikan sebelumnya. Segera kami menelusuri anak tangga. Ternyata, saudariku dirawat di ruang ICU.

Seorang perawat menenangkan ibuku. Ia bilang keadaan saudariku membaik setelah sempat pingsan. Di rumah sakit itu tidak diperkenankan masuk ke ruang perawatan pasien lebih dari satu orang, apalagi ini ruang ICU. Di tengah kerumunan para dokter, melalui jendela kecil kulihat mata saudariku, Naura, melihatku. Adapun ibuku berdiri di sisinya. Dua menit kemudian, ibuku keluar karena tidak sanggup membendung air matanya. Mereka mengizinkanku masuk, asal tidak terlalu banyak berbicara dengan pasien. Dua menit sudah cukup.

“Apa kabar, Naura?” sapaku.

“Sore kemarin aku baik-baik saja.”

“Apa yang terjadi padamu?

Setelah memagang tanganku, saudariku bilang, “Sekarang, alhamdulillah aku baik-baik saja.”

“Alhamdulillah, tapi mengapa tanganmu dingin?” kataku.

Aku duduk di pinggiran dipan sembari memegangi betis Naura.

“Apakah sebaiknya jauhkan yang kiri dari yang kanan, kasihan jika engkau sampai merasa terhimpit,” kataku.

“Tidak, aku hanya memikirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

‘Dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan). Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau. ” (Al-Qiyamah: 29-30)

Hanna, doakanlah aku, karena mungkin sebentar lagi aku akan mengawali hari akhiratku. Perjalananku begitu jauh, tetapi bekal yang kubawa teramat sedikit.”

Mendengar perkataan saudariku, air mataku tumpah tak terasa. Aku menangis, tak peduli sedang berada di mana. Aku terus menangis. Ayah kelihatannya lebih mengkhawatirkan ku daripada Naura. Memang, mereka tidak terbiasa melihatku menangis dan menyendiri di kamar seiring terbenamnya mentari di hari berkabut itu. Rumahku hening mencekam.

Anak perempuan bibiku masuk. Peristiwa begitu cepat terjadi. Orang-orang pun berdatangan. Suara menggaduh. Satu yang kutahu; Naura telah tiada. Naura meninggal dunia. Aku hampir tidak bisa membedakan siapa saja yang datang, juga tidak tahu apa yang mereka perbincangkan. Ya Allah, di manakah daku? Apa yang tengah terjadi? Aku tak berdaya, bahkan untuk menangis sekalipun. Beberapa saat kemudian, mereka memberitahuku bahwa ayah membawaku untuk mengucapkan perpisahan pada saudariku. Selain itu, mereka bilang aku menciumnya. Tidak ada yang kuingat selain satu hal, yaitu ketika aku melihatnya pucat pasi di ranjang kematian sempat membacakan ayat Al-Qur’an, ‘Dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan).’ Aku mulai menyadari sebuah hakikat;

‘Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihaIau.’ (AI-Qiyamah: 29-30)

Tanpa sadar, malam itu aku menengok mushalla saudariku. Saat itu aku teringat dengan siapa aku berbagi kasih sayang ibu. Aku terkenang pada orang yang turut menanggung kesedihanku. Aku teringat pada sosok yang turut menghalau dukaku. Selain itu, aku juga teringat pada orang yang memohonkan hidayah Tuhan, dan yang menumpahkan air mata sepanjang malam saat meng ajakku bicara tentang kematian dan hari penghitungan amal..

Ini malam pertama ia berada dalam kuburnya. Ya Al lah, kasihanilah ia, dan sinarilah kuburnya. Ini mushafnya, ini sajadahnya, ini … dan ini … Bahkan, ini gaun bermotif bunga yang pernah diceritakan kepadaku, ‘Gaun ini akan kusimpan buat hari pernikahanku.’ Jika teringat pada semua itu, aku tak kuasa membendung air mata pe nyesalan pada hari-hariku yang sia-sia. Aku terus menangis dan berdoa semoga Allah mengasihiku, menerima taubatku, dan memaafkanku. Aku juga berdoa semoga Allah meneguhkannya di kuburnya seperti yang sering ia mohon pada-Nya.

Entah mengapa, aku jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, bagaimana jika yang meninggal dunia itu aku? Ke mana arah perjalananku? Karena rasa takut yang menyelimutiku, aku sengaja tidak mencari jawaban. Aku hanya menangis sedu sedan. Allahu Akbar!

Suara adzan subuh berkumandang, kali ini terasa sangat menyenangkan. Aku merasa damai dan tentram sembari mengulangi bacaan adzan. Kulipat bajuku, lalu berdiri melaksanakan shalat subuh. Aku shalat seperti or ang yang akan segera mati, sebagaimana shalat yang dilakukan saudariku sebelumnya. Jika pagi aku tidak menunggu petang, dan jika petang aku tidak menunggu pagi. [Az-Zaman al-Qadim, hal.4]

Sumber : Kisah Orang Shaleh Dalam Mendidik Anak,
13.55 | 0 komentar | Read More

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...